Bisnis franchise saat ini tengah menjadi model bisnis paling popular di
negeri ini. Laiknya sebuah mode, system bisnis franchisepun banyak
diperbincangkan di mana-mana. Seseorang yang baru mendirikan bisnis
resto, terlintas untuk segera memfranchisekan bisnisnya. Begitu juga
dengan pebisnis bengkel, pijat refleksi, hingga software komputer.
Hampir dipastikan, semua sedang berfikir bisnis apa lagi yang dapat
difranchisekan.
Meski hal ini bukan sebuah kekonyolan, tetapi
masyarakat pebisnis hendaknya menyadari bahwa sebuah bisnis dapat
difranchisekan jika telah memenuhi syarat yang telah ditentukan. Bukan
mengikuti kelatahan belaka. Syarat tersebut, menurut buku Franchising
the Most Practical and Excellent Way of Succeding : Membedah Tawaran
Franchise Lokal Indonesia terbitan Gramedia Pustaka Utama tulisan
Bambang N. Rachmadi, franchisee outlet McD di Indonesia ini,
menyebutkan bahwa franchise merupakan sebuah system bisnis atau usaha
yang telah terstandar secara baku dan teruji kesuksesannya. Lalu system
ini dijual lisensinya ke pihak lain dengan imbalan fee kepada pemilik
system tersebut.
Ingat, dalam difinisi di atas ada kalimat yang
sengaja diberi penekanan, yaitu teruji kesuksesannya. Bambang N Rachmadi
bahkan mendefiniskan secara khusus, bahwa sebuah bisnis difranchisekan
karena memiliki kinerja unggul karena didukung oleh sumberdaya berbasis
pengetahuan dan orientasi kewirausahaan yang cukup tinggi dengan tata
kelola yang baik, yang dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dengan
melakukan hubungan kontraktual untuk menjalankan bisnis di bawah format
bisnisnya dengan imbalan yang disepakati. Uraian di atas jelas
memberikan gambaran khusus mengapa sebuah bisnis difranchisekan, yaitu
memiliki reputasi sukses, memiliki standar secara baku baik pengelolaan
maupun prosedur layanannya. Lantas apakah para pebisnis cukup memahami
syarat-syarat tersebut dan memahami kriterianya?
Menangkap dengan Tenang Banyaknya
pameran bisnis, maupun iklan-iklan yang menawarkan bisnis franchise
kepada masyarakat harus disikapi dengan upaya edukasi yang optimal
terhadap pelaku bisnis franchise, baik kepada franchisor maupun
franchisee. Lembaga terkait seperti Asosiasi Franchise Indonesia (AFI),
konsultan bisnis franchise, dan lembaga pendukung lainya, termasuk
didalamnya peran pemerintah yang terkait, harus semakin menyadari bahwa
bisnis franchise yang hadir tengah masyarakat adalah sebuah keniscayaan.
Masalahnya adalah apakah ada aturan yang kompatibel untuk mengaturnya?
Apakah masyarakat pebisnis sudah teredukasi dengan baik,
undang-undangnya memadai, serta ada iklim kondusif yang membuat system
bisnis franchise dapat berkembang dan tumbuh seperti yang diharapkan.
Ibarat menangkap ikan, para pebisnis harus tetap tenang menangkapnya,
dengan keadaan sadar dan penuh perhitungan.
Angin Segar Kehadiran
system bisnis franchise disisi lain telah memberikan angin segar bagi
tumbuhnya ekonomi baru karena adanya duplikasi system bisnis yang
memungkinkan sebuah system bisnis dapat berkembang secara cepat dalam
waktu yang relative pendek. Lihatlah bagaimana McDonald’s, Kentucky
Fried Chicken, Pizza Hut, Wendy’s. Atau brand lokal seperti RM Padang
Sederhana, Bakmi Japos, Ayam Bakar Wong Solo, Es Teler 77, Alfamart,
Indomart, dan ratusan merek lokal lainnya yang telah berkembang dan
berbiak menjadi menggurita dengan system bisnis ini dalam waktu singkat
ke seluruh tempat.
Banyak pihak berpendapat, kelebihan system
bisnis ini memungkinkan seseorang yang ingin berbisnis serupa tidak usah
terlalu repot-repot menjalani proses trial and error yang dijalani
bertahun-tahun dan dengan biaya yang tidak sedikit. Tetapi pihak lain
mengungkapkan argumentasinya bahwa untuk menggunakan system bisnis
franchise pada sebuah produk atau merek harus teruji kehandalanya.
Seberapa jauh keandalan dan reputasi itu, waktu yang menentukan. Bukan
dua, tiga atau lima tahun, yang merupakan waktu-waktu yang pendek
untuk rentang sebuah usaha disebut teruji kehandalannya.
Apapun,
kesadaran masyarakat memahami bisnis franchise lebih penting agar
sinergi diantara franchisor dan franchise dapat saling menguntungkan
dikemudian hari. Para franchisorpun tidak serta merta menginginkan
usahanya berbiak dengan mengabaikan syarat untuk menetapkan franchisee
yang baik. Syarat tersebut diantaranya adalah menetapkan bahwa
franchisee juga harus memiliki kreatifitas dan inovatif yang didasari
semangat kewirausahaan dalam menjalankan bisnisnya, dan harus tunduk
pada kriteria-krieteria yang ditetapkan oleh franchisor.
Tujuannya
agar standarisasi merek bisa tetap terjaga. Jangan sampai ada sebuah
upaya seseorang yang memfranchisekan bisnisnya tetapi ia sendiri masih
harus berjuang bagi keberlangsungan bisnis yang dijalankannya. Jangankan
tentang support bisnis, SOP, atau standarisasi, dan sebagainya, masih
banyak pebisnis yang produknya masih belum teruji dan belum memiliki
reputasi bisnis tetapi sudah berani menjualnya dengan system franchise.
Tentu itu sah-sah saja, dan inilah titik terlemah
system bisnis
franchise di Indonesia.
Source